KATA PENGANTAR
Alhamdulillah,puji syukur penulis panjatkan
kehdirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis
dapat menyelesaikan peyusunan makalah ini. Makalah ini merupakan kumpulan dari
berbagai buku yang membahas tentang sejarah peradban islm yang digabungkan jadi
satu dan terbentuk menjadi sebuah makalah yang insyaallah bermanfaat.
Penulis mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan, oleh karenaitu penulis mengharapkan krtik dan saran yang sifatnya
membangun dan menuju perbaikan serta semoga makalah ini bermanfat bagi semua
pihak.
Cirebon, 30 Maret 2010
Penulis
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang masalah
Dalam sejarah kebudayaan
ummat manusia proses tukar-menukar dan interaksi (intermingling) atau pinjam
meminjam konsep antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain memang senantiasa
terjadi, seperti yang terjadi antara kebudayaan Barat dan peradaban Islam.
Dalam proses ini selalu terdapat sikap resistensi dan akseptansi. Namun dalam
kondisi dimana suatu kebudayaan itu lebih kuat dibanding yang lain yang tejadi
adalah dominasi yang kuat terhadap yang lemah. Istilah Ibn Khaldun,
"masyarakat yang ditaklukkan, cenderung meniru budaya penakluknya".
Ketika peradaban Islam
menjadi sangat kuat dan dominan pada abad pertengahan, masyarakat Eropa
cenderung meniru atau "berkiblat ke Islam". Kini ketika giliran
kebudayaan Barat yang kuat dan dominan maka proses peniruan itu juga terjadi.
Terbukti sejak kebangkitan Barat dan lemahnya kekuasaan politik Islam, para
ilmuwan Muslim belajar berbagai disiplin ilmu termasuk Islam ke Barat dalam
rangka meminjam. Hanya saja karena peradaban Islam dalam kondisi terhegemoni
maka kemampuan menfilter konsep-konsep dalam pemikiran dan kebudayaan Barat
juga lemah.
B.
Perumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas
adalah seputar pengertian peradaban islam dan juga peradaban islam sebagai ilmu
pengetahuan,dasar-dasar peradaban islam dan periodesasi perkembangan peradaban
islam serta sedikit menyinggung tentang perekembangan peradaban islam.
C.
tujuan
Agar mahasiswa / i
mengetahui dan memahami seputar pengertian peradaban islam dan juga peradaban
islam sebagai ilmu penetahuan serta dasar – dasar peradaban islam dan
periodesasi perkembangan peradaban islam.
BAB I
PEMBAHASAN
A.
KONSEP SEJARAH
Sejarah, dalam bahasa Arab, tarikh atau history
(Inggris), adalah cabang ilmu
pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa.[1] Definisi
serupa diungkapkan oleh Abd. Ar-Rahman AsSakhawi[2] bahwa
sejarah adalah seni yang berkaitan dengan serangkaian anekdot
yang berbentuk kronologi peristiwa. Secara teknis formula, Nisar Ahmad Faruqi menjelaskan formula yang digunakan di
kalangan sarjana. Barat bahwa sejarah terdiri atas (man + time +
space = history).
Sejarawan
Louis Gottschalk dalam bukunya Understanding History: a Primer of Historical Method, menjelaskan pengertian sejarah. Sejarah dalam bahasa Inggris history berasal dari
kata benda Yunani istoria yang berarti
ilmu. Dalam penggunaannya oleh filosof Yunani, Aristoteles, istoria berarti suatu penjelasan sistematis mengenai seperangkat gejala alam,
baik susunan kronologi yang merupakan faktor atau tidak di dalam penjelasan. Penggunaan itu, meskipun jarang, masih
tetap hidup di dalam bahasa Inggris di dalam sebutan natural history.
Akan tetapi, dalam perkembangan zaman, kata latin yang sama artinya scientia,
lebih sering dipergunakan untuk
menyebutkan penjelasan sistematis nonkronologis mengenani gejala alam;
sedangkan kata istoria biasanya dipergunakan bagi penjelasan mengenai
gejala-gejala (terutama hal ihwal manusia) dalam urutan kronologis. Adapun
menurut definisi yang umum, kata history kini berarti masa lampau umat
manusia.[3]
Secara ringkas, menurut Gottschalk, pengertian sejarah
tidak lebih dari sebuah rekaman
peristiwa masa lampau manusia dengan segala sisinya. Sementara itu, Ibn Khaldun
(t.th.: 4), berpandangan bahwa sejarah
tidak hanya dipahami sebagai suatu rekaman peristiwa masa lampau, tetapi juga penalaran kritis untuk
menemukan kebenaran suatu peristiwa
pada masa lampu. Dengan demikian, unsur penting dalam sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan
waktu, yaitu masa lampau, adanya pelaku, yaitu manusia, dan daya kritis dari
peneliti sejarah.
Sejarawan
Indonesia, seperti Sartono Kartodirdjo dalam bukunya Pendekatan Ilmu Sosial
dalam Metodologi Sejarah, membagi pengertian sejarah pada pengertian
subjektif dan objektif .[4]
Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, yakni bangunan yang disusun
penulis sebagai suatu uraian atau cerita. Uraian atau cerita itu merupakan suatu kesatuan atau unit yang
mencakup fakta-fakta terangkaikan
untuk menggambarkan suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Kesatuan itu menunjukkan
koherensi, artinya berbagai unsur bertalian satu sama lain dan merupakan
satu kesatuan. Fungsi unsur-unsur itu saling menopang dan saling bergantung
satu sama lain. Disebut subjektif tidak lain
karena sejarah memuat unsur-unsur dan isi subjek (pengarang, penulis). Karena pengetahuan maupun gambaran sejarah adalah hasil penggambaran atau rekonstruksi dari
pengarang, mau tidak mau memuat sifat-sifat, gaya bahasa, struktur pemikiran,
pandangan, dan sebagainya.
Sejarah dalam arti objektif adalah
menunjuk kejadian atau peristiwa itu sendiri,
yakni proses sejarah dalam aktualitasnya. Kejadian itu sekali terjadi tidak dapat diulang atau terulang lagi.
Orang yang memiliki kesempatan mengalami suatu kejadian pun sebenarnya hanya
dapat mengamati sebagian dari
totalitas kejadian itu. Oleh karena itu, tidak salah ada yang mengatakan
sejarah berulang, masuk pada pengertian subjektif. Adapun kita perlu
belajar sejarah, termasuk pengertian objektif. Secara skematis, pengertian
sejarah tersebut sebagai berikut
Dalam kaitan seperti ini, Ibn Khaldun, seorang pemikir
besar sosialIslam, mengingatkan kepada
setiap sejarawan bahwa untuk melihat kembali
secara objektif, seorang sejarawan harus bisa mengenal dengan jelas berbagai struktur kebudayaan dan sosial manusia
yang akan ditelitinya, termasuk berbagai
pemahaman metodologi ke arah ini. Tanpa mengenal
dan mengerti dari dekat objek yang akan dikaji berikut metodologinya, mustahil ia bisa menjelaskan fenomena
sejarah secara objektif.[5] Begitu
pun, tanpa metodologi yang jelas, alur penjelasan secara rasional atau dalam bahasa sekarang rekonstruksi,
sistematika - kronologis dan analisisnya - akan sulit
dimengerti.
Dalam tulisan Ajid Thohir dan Ading Kusdiana, dijelaskan
bahwa pemikiran Khaldun mengarah pada studi sejarah kritis, yaitu sejarawan tidak
lagi memihak pada pendapat madzhab-madzhab atau interpretasi tertentu,
dengan terlalu percaya kepada para pendahulunya, serta untuk kepentingan-kepentingan kekuasaan atau ideologi
tertentu. Sejarawan harus bisa bebas tidak terikat untuk menjelaskan secara
rasional hubungan antara penyebab munculnya
berbagai perilaku manusia dan perilaku itu sendiri. Di sinilah, hubungan antara sosiologi dan
antropologi, serta ilmu sosial lainnya
yang merupakan metodologi pelajaran tentang "keadaan kini" untuk bisa menjelaskan fenomena sejarah secara
rasional dan objektif, dengan
sejarah yang merupakan pelajaran "masa lalu" yang bisa memberikan berbagai informasi atau bahan-bahan
masa lalu tentang manusia masa kini.
Akar-akar apa yang mengarahkan mereka berperilaku demikian? Potensi apa
yang menyebabkan corak mereka berbeda? Semua pertanyaan
metodologis ini akan terjawab dengan sendirinya apabila sejarawan
memahami dua persoalan besar dalam studinya; yakni fakta dan bagaimana cara
memahami serta mengolahnya dengan benar dalam bentuk laporannya.
B.
KONSEP
KEBUDAYAAN DAN PERADABAN
1.
Pengertian
Kebudayaan
Dalam
Oxford Advanced Learners's Dictionary of Current English, diuraikan
bahwa kata kebudayaan semakna dengan culture yang memiliki
pengertian beragam, sebagai berikut:
a.
advanced
development of the human powers; development of the body, mind and spirit by
training and experience; I
b.
evidence
of intellectual development (of arts, science, etc) in human society;
c.
state
of intellectual development among a people;
d.
all the arts, beliefs, social institutions, etc
characteristic of a community, race;
e.
cultivating;
the rearing of bees, silkworms,
f.
(bioI) growth of bacteria (for medical or
scientific study)').[6]
Pengertian
culture di atas dapat dipahami bahwa kebudayaan adalah pembangunan yang
didasarkan pada kekuatan manusia, baik pembangunan jiwa, pikiran, dan semangat
melalui latihan dan pengalaman; bukti nyata pembangunan
intelektual, seperti seni dan pengetahuan; atau perkembangan intelektual di antara budaya orang; bahwa
kebudayaan adalah semua seni,
kepercayaan institusi sosial, seperti karakteristik masyarakat, suku, dan
sebagainya; mengolah pertanian sampai pada tingkat teknologi biologi bakteri.
Sekilas
pengertian kebudayaan di atas tidak secara sistemik dan teknis. Pengertian secara komprehensif dapat dilihat dari dua
buku berikut ini.
Buku
The World University Encydopedia menjelaskan bahwa culture adalah the way of life of a society. It is the
totality of the spiritual, intellectual, and artistic attitudes
shared by a group, induding its tradition, habits,
social customs, morals, laws, and social relations. (Kebudayaan adalah pandangan hidup sebuah masyarakat; ia adalah totalitas spiritual, intelektual, dan sikap artistik yang dibentuk oleh
masyarakat, termasuk tradisi, kebiasaan, adat, moral, hukum, dan
hubungan sosial).[7]
Buku The World Book Encydopedia menjelaskan secara
rinci dan sistematik dibanding kamus Oxford,
bahwa kebudayaan adalah all distinctively human activities, and indudes achievements in every field, which
man passes on from one generation to the next. Culture means such activities as using a language, getting warned,
bringing up children, earning a living, running a government, fighting a
war, and taking part in religious ceremonies.
(Semua aktivitas manusia yang
nyata termasuk prestasi dalam
berbagai bidang, yang berlangsung dari satu generasi manusia
ke generasi berikutnya. Kebudayaan bermakna berbagai kegiatan yang menggunakan bahasa, menikah, membesarkan
anak-anak, mencari nafkah, menjalankan pemerintahan, berjuang dalam
perang, dan ikut serta dalam berbagai
kegiatan keagamaan). Adapun kebudayaan dalam arti sempit adalah the sum total of the ways of life
of a group of people (serangkaian cara hidup dari komunitas
masyarakat).
Dalan tulisan Jaih Mubarok, definisi kebudayaan di antara yang terbaik sebagaimana dibuat oleh E.B. Taylor bahwa budaya
adalah that complex whole which indudes knowledge,
belief, art, morals, laws, custom and any
other capabilities and habits acquired by man as a member of society (keseluruhan yang kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat, serta kemampuan dan
kebiasaan lain yang diperoleh manusia sebagai bagian dari
masyarakat)"[8].
Secara
singkat dan sederhana, sebagaimana
dipahami secara umum, kebudayaan adalah "semua hasil karya, rasa, dan
cipta masyarakat".[9]
Karya
masyarakat
menghasilkan teknologi dan kebudayaan kebendaan (material culture) yang
diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitarnya, agar kekuatan serta
hasilnya dapat digunakan untuk keperluan masyarakat.
Rasa yang meliputi jiwa manusia, mewujudkan segala kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu untuk mengatur
masalah-masalah kemasyarakatan dalam
arti yang luas. Agama, ideologi, kebatinan, dan kesenian yang merupakan hasil ekspil jiwa manusia yang hidup sebagai anggota
masyarakat, termasuk di dalamnya.
Cipta merupakan
kemampuan mental, kemampuan berpikir orangorang
yang hidup bermasyarakat, antara lain menghasilkan filsafat serta ilmu pengetahuan.
Cipta bisa berbentuk teori murni dan bisa juga telah disusun sehingga dapat langsung diamalkan oleh
masyarakat. Semua karya, rasa, dan cipta, dikuasai oleh
karsa orang-orang yang menentukan kegunaannya agar sesuai dengan kepentingan
sebagian besar atau seluruh masyarakat.[10]
2.
Hubungan Kebudayaan dan Peradabana
Peradaban Islam adalah
terjemahan dari kata "Arab al-hadharah alIslamiyyah. Kata Arab ini
sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan
dalam bahasa Arab adalah ats-tsaqafah.
Di Indonesia, sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih
banyak orang yang menyinonimkan dua kata kebudayaan (Arab, atstsaqafah;
Inggris, culture) dan peradaban (Arab, al-hadhiirah; Inggris,
civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua
istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah
bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manifestasi-manifestasi
kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni,
sastra, religi (agama), dan moral, peradaban terefleksi dalam politik,
ekonomi, dan teknologi.[11]
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan paling tidak
mempunyai tiga wujud, (1) wujud
ideal, yaitu wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan
sebagainya, (2) wujud kelakuan, yaitu wujud kebudayaan
sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat, dan (3) wujud benda, yaitu wujud
kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya.[12]
Adapun istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur
dari kebudayaan yang halus dan indah. Menurutnya,
peradaban sering juga dipakai untuk
menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan, dan ilmu pengetahuan
yang maju dan kompleks.[13]
Jadi, kebudayaan menurut definisi pertama
adalah wujud ideal dalam definisi Koentjaraningrat, sementara menurut definisi terakhir, kebudayaan mencakup juga
peradaban, tetapi tidak sebaliknya.
Dalam pengertian itulah, peradaban yang dimaksud dalam buku ini. Islam yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. telah membawa bangsa Arab yang semula terbelakang,
bodoh, tidak terkenal, dan diabaikan
oleh bangsa-bangsa lain, menjadi bangsa yang maju. la dengan cepat bergerak
mengembangkan dunia, membina satu kebudayaan
dan peradaban yang sangat penting artinya dalam sejarah manusia hingga sekarang. Bahkan, kemajuan Barat
pada mulanya bersumber dari peradaban
Islam yang masuk ke Eropa melalui Spanyol. Islam memang berbeda dari agama-agama lain. H.A.R. Gibb di dalam bakunya Whither Islam menyatakan, "Islam
is indeed much more than a system
of theology, it is a complete civilization". (Islam sesungguhnya lebih dari sekadar sebuah agama, is adalah suatu
peradaban yang sempurna). Karena yang
menjadi pokok kekuatan dan sebab timbulnya kebudayaan adalah agama Islam, kebudayaan yang ditimbulkannya
dinamakan kebudayaan atau peradaban Islam.[14]
Berdasarkan berbagai pengertian di atas, tampaknya para
ahli sampai saat ini masih belum menemukan secara pasti perbedaan dalam memaknai arti keduanya (kebudayaan dan peradaban). Untuk
memudahkan hubungan antara kebudayaan
dan peradaban dalam studi ini, pendapat Oswald Speengler yang dikutip Samuel P. Huntington, bahwa kebudayaan adalah
untuk menunjuk upaya-upaya manusia
yang masih terus berlanjut, sedangkan peradaban untuk menunjukkan titik
akhir dari kegiatan mereka, tampaknya,
sedikit banyak bisa membedakannya.[15]
Kebudayaan pada perspektif ini lebih
dipandang sebagai bentuk respons masyarakat manusia dengan berbagai
prosesnya yang bersifat teknis dan konseptual yang terus berkelanjutan terhadap
persoalan di sekelilingnya. Sebaliknya, peradaban mengandung pengertian yang lebih luas sebagai makna puncak, spirit keseluruhan,
dan bersifat universal, sebagai karakter umum dari sebuah zaman dan
titik akhir dari berbagai hasil proses kebudayaannya. [16]
C.
PERIODISASI
PERKEMBANGAN PERADABAN ISLAM
1. Gambaran Umum Periodisasi Peradaban Islam
Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat
dimulainya sejarah Islam. Secara umum,
perbedaan pendapat tersebut dapat dibedakan
menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW. diangkat
menjadi rasul. Oleh karena itu, menurut pendapat ini, selama 13
tahun Nabi Muhammad SAW. tinggal di Mekah
telah lahir masyarakat muslim meskipun belum berdaulat.
Kedua, sebagian
sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat Islam dimulai sejak Nabi Muhammad SAW. hijrah ke Madinah karena masyarakat muslim barn berdaulat ketika Nabi Muhammad SAW.
tinggal di Madinah. Muhammad SAW. tinggal di Madinah, tidak hanya
sebagai rasul, tetapi juga merangkap sebagai pemimpin atau kepala
negara berdasarkan
konstitusi yang disebut Piagam Madinah.
Di samping perbedaan mengenai awal sejarah umat Islam,
sejarawan juga berbeda dalam menentukan fase-fase atau periodesasi sejarah Islam. Paling tidak, ada dua periodesasi sejarah Islam yang
dikemukakan oleh ulama Indonesia,
yaitu A. Hasymy dan Harun Nasution. Menurut A. Hasymy (1978:
58), periodesasi sejarah Islam adalah sebagai berikut.
1.
Permulaan Islam
(610-661 M.);
2.
Daulah Ammawiyah
(661-750 M.);
3.
Daulah Abbasiyah
1 (750-847 M.);
4.
Daulah Abbasiyah
II (847-946 M.);
5.
Daulah Abbasiyah
III (946-1075 M.);
6.
Daulah Mughal (1261-1520
M.);
7.
Daulah
Utsmaniyah (1520-1801 M.);
8.
Kebangkitan
(1801-sekarang).
Harun
Nasution (1975:13-14) dan Nourouzaman
Shidiqi (1986:12) membagi sejarah Islam menjadi tiga periode, yaitu:
1.
Periode klasik
(650-1250 M.);
2.
Periode
pertengahan (1250-1800 M.);
3.
Periode modern
(1800-sekarang).
Berbeda
dengan kedua pakar di atas, Badri
Yatim[17]
membagi periode, sejarah peradaban Islam ke
dalam delapan periode atau masa, sebagai berikut.
1.
Masa kemajuan
Islam I (650-1000 M.)
a.
Khilafah
Rasyidah;
b.
Khilafah Bani
Umayah;
c.
Khilafah Bani
Abbas.
2.
Masa
disintegrasi (1000-1250 M.)
a.
dinasti-dinasti
yang memerdekakan diri dari Baghdad;
b.
perebutan
kekuasaan di pusat pemerintahan;
c.
Perang Salib;
d.
sebab-sebab
kemunduran pemerintahan Bani Abbas.
3.
Islam di Spanyol
dan pengaruhnya terhadap Renaisans di Eropa
a.
masuknya Islam
ke Spanyol;
b.
perkembangan
Islam di Spanyol;
c.
kemajuan
peradaban;
d.
penyebab
kemunduran dan kehancuran;
e.
pengaruh
peradaban Spanyol Islam di Eropa.
4.
Masa kemunduran
(1250-1500 M.)
a.
bangsa Mongol
dan Dinasti Ilkhan;
b.
serangan-serangan
Timur Lenk;
c.
Dinasti Mamluk
di Mesir.
5.
Masa tiga
kerajaan besar (1500-1800 M.)
a.
Kerajaan
Utsmani;
b.
Kerajaan Syafawi
di Persia;
c.
Kerajaan Mughal
di India;
d.
Perbedaan
kemajuan masa ini dengan masa klasik.
6.
Kemunduran tiga
kerajaan besar (1700-1800 M.)
a.
Kemunduran dan
kehancuran kerajaan Syafawi;
b.
Kemunduran dan
runtuhnya kerajaan Mughal;
c.
Kemunduran
kerajaan Utsmani;
d.
Kemajuan Eropa
(Barat).
7.
Penjajahan Barat atas dunia Islam dan perjuangan kemerdekaan negara-negara
Islam
a.
Renaisans di
Eropa;
b.
Penjajahan Barat terhadap dunia Islam di Anak Benua India dan Asia
Tenggara;
c.
Kemunduran kerajaan Utsmani dan ekspansi barat ke Timur Tengah;
d.
Bangkitnya nasionalisme di dunia Islam dan tumbuhnya gerakan partai
yang memperjuangkan kemerdekaan negaranya;
e.
Kemerdekaan
negara-negara Islam dari penjajahan.
8.
Kedatangan Islam di Indonesia dan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia.
Jaih Mubarok[18] menulis secara tegas bahwa setiap periode itu
dinamakan peradaban. Periode peradaban Islam terbagi pada enam
periode, yaitu sebagai berikut:
1.
Peradaban Islam
pada zaman Nabi Muhammad SAW. (610-632 M.);
2.
Peradaban Islam
pada zaman Al-Khulafa Ar-Rasyidun (632-661 M.);
3.
Peradaban Islam pada Zaman Umayah di Siria (661-689 M.) dan Andalusia
(705-1031 M.);
4.
Peradaban Islam pada zaman Dinasti Abbasiyah (133-656 H./7501258
M.). Periode awal, kemajuan dan kemunduran Dinasti Abbasiyah sampai berdirinya dinasti-dinasti kecil, baik di
timur ataupun barat Baghdad;
5.
Peradaban tiga
kerajaan besar Islam:
a.
Turki Utsmani
(1300-1922 M.) hingga Mustafa Kemal;
b.
Dinasti Syafawi (1501-1732 M.) di Persia hingga Khumaini;
c.
Dinasti Mughal
di India hingga terbentuknya Pakistan-Bangladesh.
6.
Peradaban Islam
di Asia Tenggara.
Berbeda dengan semua pakar di atas, Ahmad Al-Usairy
membagi sejarah
Islam secara komprehensif. la
menjelaskan bahwa sejarah Islam telah ada
sejak zaman Nabi Adam sampai abad dua puluh. Urutan peradaban Islam
dalam pandangan Al-Usairy, sebagai berikut.
1.
peradaban
pertama telah dimulai sejak peradaban Firaun dan Sumeria sebagaimana dikutip
dari H.J. Wills dalam Short History of the World.
2.
peradaban
Kaldaniyah yang dimulai dari Nabi Nuh a.s. sampai Nabi Yunus a.s.;
3.
peradaban ini dimulai dari nabi-nabi di negeri Syam; sejak Nabi Ibrahim
a.s. sampai Nabi Yusuf a.s.;
4.
peradaban pada
nabi-nabi di Mesir sampai pada Firaun;
5.
peradaban
pra-Islam (Jazirah Arab);
6.
peradaban zaman
Rasulullah SAW. (570-632 M.);
7.
peradaban pada
masa Khulfaur Rasyidin (632-661 M.);
8.
peradaban pada
masa Bani Umawiyah (661-749 M.);
9.
peradaban pada
masa Bani Abbasiyah (749-1200 M.);
10. peradaban
pada masa Pemerintahan Mamluk (1250-1517 M.);
11. peradaban
pada masa Utsmani dan Modern (1517-1923 M.);
12. peradaban
pada masa dunia Islam (1420 H./2000 M)3).
Untuk
kepentingan analisis, periodesasi sejarah Islam yang digunakan dalam buku ini adalah periodesasi yang disepakati oleh para pakar Islam
pada umumnya, yaitu sejarah Islam pada periode klasik, pertengahan, dan
modern.
D.
ISLAM
PERIODE KLASIK
Perkembangan
Islam klasik ditandai dengan perluasan wilayah. Ketika tinggal di Mekah, Nabi Muhammad SAW. dan para
pengikutnya mendapat tekanan dari kalangan
Quraisy yang menentang ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Karena tekanan tersebut, Nabi Muhammad SAW. terpaksa mengirim sejumlah pengikutnya ke
Abesinia yang beragama Kristen Koptis
untuk mendapatkan suaka. Itulah face Mekah yang membuat Nabi Muhammad
SAW. bertahan di Mekah atas dukungan keluarga. Setelah itu, istrinya Khadijah
meninggal dunia dan tidak lama kemudian kepala sukunya meninggal yang kemudian
digantikan oleh orang yang tidak simpati kepadanya.[19]
Dalam
analisis Harun Nasution, periode klasik ini dapat pula dibagi ke dalam dua
masa, masa kemajuan Islam I dan
masa disintegrasi. Masa ini merupakan
masa ekspansi, integrasi, dan kekuasaan Islam. Dalam hal ekspansi, sebelum Nabi Muhammad SAW. wafat pada
tahun 632 M., seluruh Semenanjung
Arabia telah tunduk ke bawah kekuasaan Islam. Ekspansi ke daerah-daerah di luar Arabia dimulai pada zaman khalifah pertama,
Abu Bakar At-Siddiq.[20]
1.
Kemajuan
Islam I
Abu Bakar menjadi
khalifah pada tahun 632 M., tetapi dua tahun kemudian
meninggal dunia. Masanya yang singkat itu banyak dipergunakan Untuk menyelesaikan Perang Riddah, yang
ditimbulkan oleh suku-suku bangsa
Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada Madinah. Mereka menganggap bahwa
perjanjian yang mereka buat dengan Nabi Muhammad SAW., dengan sendirinya tidak mengikat lagi setelah beliau wafat. Mereka
selanjutnya mengambil sikap menentang Abu Bakar. Khalid Ibn Al-Walid adalah
jenderal yang banyak jasanya dalam mengatasi Perang Riddah ini. Setelah
selesai perang dalam negeri tersebut, barulah Abu Bakar mulai mengirim
kelcuatan-kelcuatan ke luar Arabia. Khalid Ibn AlWalid dikirim ke Irak dan
dapat menguasai Al-Hirah pada tahun 634 M. Adapun ke Suria dikirim tentara di
bawah pimpinan tiga jenderal, Amr Ibn Al-Aas,
Yazid Ibn Abi Sufyan, dan Syurahbil Ibn Hasanah. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid Ibn Al-Walid
kemudian diperintahkan untuk
meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, delapan
belas hari kemudian, dia sampai di Suria.
Usaha-usaha yang telah dimulai Abu Bakar ini dilanjutkan
oleh Khalifah kedua, Umar Ibn AI-Khaththab (634-644 M.). Pada zaman itulah, gelombang ekspansi pertama terjadi, kota Damaskus
jatuh pada tahun
635 M. dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran
Yarmuk, daerah Suria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Suria sebagai basis, ekspansi
diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan Amr
Ibn Al-Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'd Ibn Abi Al-Waqqas. Babilon di
Mesir dikepung pada tahun 640 M. Sementara itu, tentara Bizantium di
Heliopolis dikalahkan dan Alexandria, kemudian menyerah pada tahun 641 M.
Dengan demikian, Mesir jatuh pula ke tangan Islam. Tempat perkemahan Amr Ibn Al-Ash yang terletak di luar tembok
Babilon, menjadi ibu kota dengan nama Al-Fusthat.
Al-Qadisiyah, suatu kota dekat Al-Hirah, di Irak
jatuh pada tahun 637 M. dan dari sana serangan dilanjutkan ke Al-Madain
(Ctesiphon), ibukota Persia, yang dapat dikuasai pada tahun itu juga. Ibukota baru bagi daerah ini ialah Al-Kufah, yang pada mulanya merupakan perkemahan militer Islam di
daerah Al-Hirah. Setelah jatuhnya
Al-Madain, Raja Sagan Yazdagrid III, lari ke sebelah utara. Pada tahun
641 M., Mosul (di dekat Niniveh) dapat pula dikuasai. Dengan adanya gelombang
ekspansi pertama, kekuasaan Islam di bawah Khalifah Villar, selain Semenanjung
Arabia, telah meliputi juga Palestine, Suria, Irak, Persia, dan Mesir.
Pada zaman Utsman Ibn Affan (644-656 M.) Tripoli, Ciprus
dan beberapa
daerah lain dikuasai, tetapi gelombang ekspansi pertama berhenti sampai di sini. Di kalangan umat Islam mulai
terjadi perpecahan karena soal pemerintahan dan dalam kekacauan yang
timbul, Utsman terbunuh.
Sebagai pengganti Utsman, Ali Ibn Abi Thalib menjadi
Khalifah keempat (656-661 M.), tetapi ia mendapat tantangan
dari pihak pendukung Utsman, terutama
Muawiyah, Gubernur Damaskus. Konflik politik antara Ali Ibn Abi Thalib dan
Muawiyah Ibn Abi Sufyan diakhiri dengan tahkim. Dari pihak Ali Ibn Abi Thalib, diutus seorang ulama
yang terkenal sangat jujur dan tidak
"cerdik" dalam politik, yaitu Abu Musa Al-Asy'ari. Sebaliknya, dari pihak Muawiyah Ibn Abi Sufyan
diutus seorang yang terkenal sangat "cerdik" dalam berpolitik,
yaitu Amr Ibn Ash.[21]
Dalam
tahkim tersebut, pihak Ali Ibn Abi Thalib dirugikan oleh pihak Muawiyah
Ibn Abu Sufyan karena kecerdikan Amr Ibn Ash yang dapat mengalahkan Abu Musa Al-Asy'ari. Pendukung Ali Ibn Abi Thalib, terpecah menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
adalah mereka yang secara terpaksa menghadapi hasil tahkim dan
mereka tetap setia kepada Ali Ibn Abi Thalib. Adapun kelompok kedua
adalah kelompok yang menolak hasil tahkim dan
kecewa terhadap kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib dan akhirnya mereka
menyatakan diri keluar dari pendukung Ali Ibn Abi Thalib yang kemudian
melakukan gerakan perlawanan terhadap semua pihak yang terlibat tahkim, termasuk
Ali Ibn Abi Thalib.[22]
Sebagai
oposisi terhadap kekuasaan yang ada, Khawarij mengeluarkan beberapa pernyataan yang menuduh orang-orang yang terlibat tahkim sebagai orang-orang kafir. Khawarij berpendapat
bahwa Utsman Ibn Affan telah
menyeleweng dari ajaran Islam. Demikian pula, Ali Ibn Abi Thalib juga telah menyeleweng dari ajaran Islam
karena melakukan tahkim. Utsman Ibn Affan dan Ali Ibn Abi Thalib dalam
pandangan Khawarij telah keluar dari Islam, yaitu murtad dan kafir. Di
samping dua khalifah umat Islam di atas,
politisi lain yang dipandang kafir oleh Khawarij adalah Muawiyah Amr Ibn Ash, Abu Musa Al-Asy'ari, dan semua
orang yang menerima tahkim.
Dalam mengeluarkan pernyataan politiknya, Khawarij tidak
lagi berada dalam jalur politik, tetapi berada dalam wilayah
atau jalur teologi atau kalam yang
merupakan fondasi bagi keberagamaan umat Islam. Khawarij dinilai keluar dari wilayah politik karena sudah menilai kafir terhadap
orang-orang yang telah terlibat dan menerima tahkim. Kafir dan mukminnya seseorang, paling tidak menurut Harun
Nasution, bukan termasuk wilayah politik, tetapi wilayah kalam atau teologi.
Karena menilai kafir terhadap Utsman
Ibn Affan, Ali Ibn Abi Thalib, Muawiyah. Abu Musa Al-Asy'ari, Amr Ibn Ash, Khawarij tidak lagi dinilai sebagai aliran
politik, tetapi dianggap sebagai aliran kalam.
Di
samping penentang, Ali Ibn Abi Thalib memiliki pendukung yang sangat fanatik yang senantiasa setia kepadanya.
Dengan adanya oposisi terhadap
pemerintahan Ali Ibn Abi Thalib, kesetiaan mereka terhadap Ali Ibn Abi Thalib semakin bertambah, apalagi setelah
Ali Ibn Abi Thalib dibunuh oleh
kalangan Khawarij. Mereka yang fanatik terhadap Ali Ibn Abi Thalib
dikenal dalam sejarah sebagai kelompok Syi'ah.
Meskipun berbeda kepentingan, dua kelompok ini sepakat
untuk menentang kekuasaan Dinasti Bani Umayah. Khawarij menentang kekuasaan
Bani Umayah karena menurut mereka, Bani Umayah telah menyeleweng dari. ajaran
Islam. Adapun Syi'ah menentang kekuasan Bani Umayah
karena dalam pandangan mereka, Bani Umayah telah merampas kepemimpinan Ali Ibn Abi Thalib dan
keturunannya.
Dalam suasana pertentangan itulah, muncul ulama yang
berusaha netral politik. Mereka tidak berpihak kepada Syi'ah, Khawarij maupun kepada yang lainnya. Kelompok ini tidak
menghendaki adanya sahabat yang
dinilai kafir dan keluar dari Islam. Menurut kelompok ini, sahabat yang
bertikai karma kepentingan politik tidak keluar dari Islam, mereka tetap mukmin dan tidak kafir. Kelompok ini kemudian
dikenal sebagai kelompok Murji'ah yang bisa dikatakan kelompok Jumhur.
Setelah
Ali terbunuh, kepemimpinan dilanjutkan oleh Bani Umayah. Dinasti Bani Umayah yang didirikan oleh Muawiyah
berumur kurang lebih 90 tahun dan pada zaman ini, ekspansi yang terhenti
pada zaman kedua Khalifah terakhir dilanjutkan kembali. Khalifah-khalifah besar
dari Dinasti Bani Umayah adalah Muawiyah Ibn
Abi Sufyan (661-680 M.), Abd Al-Malik
Ibn Marwan (685-705 M.), Al-Walid Ibn Abd Al-Malik (705-715 M.), Umar Ibn Al-Aziz (717-720 M.), dan Hisyam Ibn
Abd Al-Malik (724-743 M.)12).[23]
Pada zaman Muawiyah, Uqbah Ibn Nafi' menguasai Tunisia dan
di sana
pada tahun 670 M. la dirikan kola Qairawan yang kemudian menjadi salah satu
pusat kebudayaan Islam. Di sebelah timur, Muawiyah dapat memperoleh daerah Khurasan sampai ke sungai Oxus
dan Afghanistan sampai ke Kabul.
Angkatan lautnya mengadakan serangan-serangan ke ibukota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke timur diteruskan pada
zaman Abd Al-Malik di bawah pimpinan Al-Hajjaj Ibn Yusuf. Tentara yang dikirimnya menyeberangi sungai Oxus dan
dapat menundukkan Balkh, Bukhara,
Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya juga sampai ke India
dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai ke Multan. Ekspansi
ke barat terjadi di zaman Al-Walid. Musa bin Nusyair menyerang Jazair dan Maroko dan setelah dapat menundukkannya mengangkat Tariq Ibn Ziad sebagai wakil untuk
memerintah daerah itu. Tariq,
kemudian menyeberang selat yang terdapat antara Maroko dengan benua
Eropa, dan mendarat di suatu tempat yang kemudian dikenal dengan Hama Gibraltar
(Jabal Tariq). Tentara Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick dikalahkan. Dengan demikian, pintu untuk memasuki Spanyol terbuka luas. Ibukota Toledo jatuh, demikian pula
kota-kota lain, seperti Seville,
Malaga, Elvira, dan Cordova yang kemudian menjadi ibukota Spanyol Islam yang dalam bahasa Arab disebut Al-Andalus
(dari kata Vandals). Serangan-serangan selanjutnya dipimpin oleh
Musa bin Nusyair sendiri. Spanyol menjadi daerah Islam.[24]
Perluasan
selanjutnya adalah Perancis, melalui pegunungan Piranee, terutama dilakukan oleh Abd Ar-Rahman Ibn Abdullah Al-Ghafiqi, pada zaman Umar Ibn Abd Al-Aziz. la menyerang
Bordeau, Poitiers, dan dari Poitiers,
ia mencoba menyerang Tours. Akan tetapi, di antara kedua Kota ini, ia ditahan oleh Charles Martel, dan
dalam pertempuran selanjutnya, ia mati
terbunuh. Ekspansi ke Perancis gagal dan tentara Yang dipimpinnya mundur
kembali ke Spanyol. Sesudah itu, masih juga diadakan
serangan-serangan, seperti ke Avignon pada tahun 734 M. dan Lyons pada tahun 743 M. Pulau-pulau yang terdapat
di Laut Tengah, Majorca, Corsica, Sardinia, Crete, Rhodes, Cyprus dan sebagian
dari Sicilia jatuh ke tangan Islam
pada zaman Bani Umayah. Daerah-daerah Yang dikuasai Islam pada zaman
dinasti ini adalah Spanyol, Afrika Utara, Suria,
Palestine, Semenanjung Arabia, Irak, sebagian dari Asia Kecil, Persia, Afghanistan, daerah yang sekarang disebut
Pakistan, Rurkmenia, Uzbek, dan
Kirgis (di Asia Tengah). Ekspansi yang dilakukan Dinasti Bani Umayah inilah yang membuat Islam menjadi
negara besar di zaman itu. Dari persatuan berbagai bangsa di bawah
naungan Islam, timbullah benih-benih
kebudayaan dan peradaban Islam yang baru, sungguh pun Bani Umayah lebih banyak memusatkan perhatian pada
kebudayaan Arab.[25]
Di antaranya adalah perubahan bahasa administrasi dari
bahasa Yunani dan bahasa Pahlawi ke bahasa Arab dimulai oleh Abd Al-Malik. Orang-orang bukan Arab pada waktu itu mulai pandai
berbahasa Arab. Untuk menyempurnakan
pengetahuan mereka tentang bahasa Arab, terutama pemeluk-pemeluk Islam baru yang bukan dari bangsa Arab, memusatkan perhatian pada bahasa Arab, terutama
tata bahasanya. Inilah Yang mendorong
Sibawaih untuk menyusun Al-Kitab, yang selanjutnya menjadi pegangan dalam soal tata bahasa
Arab. Perhatian pada syair Arab
Jahiliyah
timbul kembali dan penyair-penyair Arab baru pun bermunculan pula, seperti Umar Ibn Abi
Rabi'ah (w. 719 M.), Jamil Al-Udhri (w. 701 M.), Qays Ibn Al-Mulawwah
(w. 699 M.) yang lebih dikenal dengan nama Majnun
Laila, Al-Farazdaq (w. 732 M.), Jarir (w. 792 M.), dan AlAkhtal (w. 710 M.). Perhatian pada tafsir, hadis,
fiqh, dan ilmu kalam semakin besar
pada zaman ini dan muncul nama-nama, seperti Hasan AlBasri, Ibn Shihab Az-Zuhri,
dan Wasil Ibn Ata'. Yang menjadi pusat dari kegiatan-kegiatan ilmiah adalah
Kufah dan Basrah di lrak.
Bentuk peradaban lain adalah dalam bentuk masjid-masjid.
Masjid pertama di luar Semenanjung Arabia juga dibangun pada
zaman Dinasti Bani Umayah. Katedral St. John
di Damaskus diubah menjadi masjid, sedang
Katedral yang ada di Hims dipakai sekaligus untuk masjid dan gereja menurut Istakhri, Ibn Hawqal, dan Maqdisi
sebagaimana dikutip oleh Philip K. Hitti
dalam History of the Arabs. Di Al-Quds (Jerusalem) Abd Al-Malik membangun masjid Al-Aqsa. Monumen terbaik
yang ditinggalkan
zaman ini untuk generasi-generasi sesudahnya ialah Qubbah As-Sakhr (Dome of the Rock) juga di
Al-Quds, di tempat yang menurut riwayatnya adalah tempat Nabi Ibrahim
menyembelih Ismail dan Nabi Muhammad mulai
dengan mi'raj ke langit. Pada zaman inilah masjid Cordova juga dibangun. Masjid Mekah dan Madinah
diperbaiki dan diperbesar oleh Abd Al-Malik dan Al-Walid.[26]
Demikianlah, fase sejarah peradaban Islam yang dibuat oleh Dinasti Bani Uwayah.
Kekuasaan dan kejayaan dinasti ini mencapai
puncaknya pada zaman Al-Walid I. Sesudah itu, kekuasaan mereka menurun sehingga akhirnya dipatahkan oleh Bani Abbas
pada tahun 750 M.
Meskipun Abu Al-Abbaslah (750-754 M.) yang mendirikan
Dinasti Bani
Abbas, orang di belakang yang berperan penting adalah Al-Mansur (754-775 M.).
Sebagai khalifah yang baru, ia banyak berhadapan dengan musuh-musuh yang ingin menjatuhkannya sebelum ia bertambah kuat, terutama golongan Bani Umayah, golongan Khawarij,
bahkan kaum Syi'ah. Kaum Syi'ah,
setelah melihat bahwa Bani Abbas memonopoli kekuasaan, mulai mengambil sikap menentang. Dalam menghancurkan lawan,
Al-Mansur tidak segan-segan membunuh sekutu yang membawa keluarganya pada
kekuasaan. Abu Muslim, karena dianggap akan menjadi saingan yang berbahaya di
Khurasan, diundang datang ke Baghdad, kemudian
diadili dan dijatuhi hukuman mati. Dalam usaha mempertahankan kekuasaan
Bani Abbas, Al-Mansur memakai kekerasan.
Al-Mansur merasa kurang aman di tengah-tengah Arab maka ia
mendirikan ibukota baru sebagai ganti Damaskus, yaitu Baghdad di
dekat bekas ibukota Persia, Ctesiphon, pada tahun 762 M. Bani Abbas
sekarang, berada di tengah-tengah bangsa
Persia. Untuk tentara pengawalnya, Al-Mansur
juga tidak mengambil orang Arab, tetapi orang Persia. Dalam soal
pemerintahan, Al-Mansur mengadakan tradisi baru dengan mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala departemen.
Untuk memegang jabatan wazir itu, ia
memilih Khalid Ibn Barmak, seorang yang berasal dari Balkh (Bactral) di Persia. Al-Mahdi (775-785 M.) menggantikan Al-Mansur
sebagai khalifah dan di masanya, perekonomian mulai meningkat. Pertanian ditingkatkan dengan mengadakan irigasi
dan penghasilan gandum, beras, karma, dan zaitun (olives) bertambah.
Hasil pertambangan, seperti perak, emas,
tembaga, besi, dan lain-lain berkembang. Adanya transit antara timur dan
barat juga membawa kekayaan. Basrah menjadi pelabuhan yang penting.
Pada
zaman Harun Al-Rasyid (785-809 M.), hidup mewah sebagaimana digambarkan dalam cerita Seribu Satu Malam, sudah memasuki masyarakat. Kekayaan yang banyak, dipergunakan
Al-Rasyid juga untuk keperluan sosial. Rumah sakit didirikan,
pendidikan dokter dipentingkan, dan farmasi
dibangun. Diceritakan bahwa Baghdad mempunyai 800 dokter. Di samping
itu, dibangun pemandian-pemandian umum.
Harun AI-Rasyid adalah raja besar pada zaman itu dan hanya Charlemagne di Eropa yang dapat menjadi saingannya.
Anaknya, AlMa'mun (813-833 M.),
meningkatkan perhatian pada ilmu
pengetahuan. Untuk menerjemahkan buku-buku kebudayaan Yunani, ia
mengkaji penerjemah-penerjemah dari golongan Kristen, Sabi, dan bahkan juga penyembah bintang. Untuk itu, ia dirikan Bait
Al-Hikmah. Di samping lembaga
ini, la dirikan pula sekolah-sekolah. Al-Ma'mun adalah penganut aliran Mu'tazilah yang banyak dipengaruhi oleh
ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani.
Pada masanya, Baghdad mulai menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan. Khalifah Al-Mu'tasim
(833-842 M.) sebagai anak dari ibu
yang berasal Turki, mendatangkan orang-orang Turki untuk menjadi tentara
pengawalnya. Dengan demikian, pengaruh Turki mulailah masuk ke
pusat pemerintahan Bani Abbas. Tentara pengawal Turki ini kemudian begitu berkuasa di Istana, sehingga
khalifah-khalifah pada akhirnya hanya merupakan boneka dalam tangan mereka.
Yang pada hakikatnya memerintah bukan
lagi khalifah, tetapi perwira-perwira dan tentara pengawal Turki itu.
Al-Wathiq (842-847 M.), untuk melepaskan diri
dari pengaruh Turki, mendirikan ibukota.
Samarra (Barra man ra'a, gembira orang yang melihatnya) dan pindah dari Baghdad. Akan tetapi,
di sana khalifah-khalifah mudah dapat dikuasai oleh tentara pengawal
Turki tersebut. Al Mutawakkil (847-861 M.) merupakan khalifah besar terakhir
dari Dinasti Abbasiyah. Khalifah-khalifah
yang sesudahnya pada umumnya lemahlemah
dan tidak dapat melawan kehendak tentara pengawal dan sultan-sultan yang kemudian datang menguasai ibukota. lbukota
dipindahkan kembali ke Baghdad oleh
Mu'tadid (870-892 M.). Khalifah terakhir sekali dari Dinasti Abbasiyah adalah Al-Musta'sim (1242-1258 M.). Pada zamannyalah,
Baghdad dihancurkan oleh Hulagu pada tahun 258 M.
Pada masa Dinasti
Abbasiyah inilah, perhatian pada ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani memuncak, terutama pada zaman Harun Ar-Rasyid dan
Al-Ma'mun. Baku-buku ilmu pengetahuan dan filsafat didatangkan dari Bizantium,
kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Kegiatan penerjemahan buku-buku ini
berjalan kira-kira satu abad. Bait Al-Hikmah, yang didirikan Al-Ma'mun, bukan hanya merupakan pusat penerjemahan, tetapi juga akademi yang mempunyai perpustakaan. Di
antara cabang-cabang ilmu
pengetahuan yang diutamakan dalam Bait Al-Hikmah ialah ilmu kedokteran, matematika, optika, geografi,
fisika, astronomi, dan sejarah di samping filsafat.
Ringkasnya, periode ini
adalah periode peradaban Islam yang tertinggi dan
mempunyai pengaruh, sungguh pun tidak secara langsung, pada tercapainya peradaban modern di
Barat sekarang. Periode kemajuan Islam ini sebagaimana disebut
Christopher Dawson, bersamaan masanya dengan abad kegelapan di Eropa. Memang,
seperti diterangkan oleh H. Mc Neill, kebudayaan Kristen di Eropa di antara 600
dan 1000 M. sedang mengalami masa surut yang rendah. Pada abad ke-11, Eropa
mulai radar akan adanya peradaban Islam yang
tinggi di timur dan melalui Spanyol, Sisilia, dan Perang Salib,
peradaban itu sedikit demi sedikit dibawa ke Eropa. Eropa mulailah kenal pada
rumah-rumah sakit, pemandian-pemandian umum, pemakaian
burung dara untuk mengirim informasi militer, pada bahan-bahan makanan timur,
seperti beras (rice, rijst, du riz, berasal dari alurz), jeruk (lemon
berasal dari al-laimun), gula (sugar, Sucre, suiker berasal dari a-sukkar),
dan sebagainya. Mereka kenal pada hasil-hasil tenunan timur, seperti kain muslin (berasal
dari kota Mosul), kain baldaclin (dari kota Baghdad), kain damask
(dari kota Damaskus) pada permadam, gelas, dan sebagainya.
2.
Masa
Disintegrasi (1000-1250 M.)
Disintegrasi dalam
bidang politik sebenarnya mulai terjadi pada akhir zaman Dinasti Umayah, tetapi
memuncak pada zaman Dinasti Abbasiyah, terutama setelah khalifah-khalifah
menjadi boneka dalam tangan tentara pengawal. Daerah-daerah yang letaknya jauh
dari pusat pemerintahan di Damaskus dan
Baghdad, melepaskan diri dari kekuasaan khalifah di pusat dan timbullah
dinasti-dinasti kecil. Di Maroko, Idris bin Abdullah berhasil mendirikan Kerajaan Idrisi yang bertahan dari tahun
788 M. sampai tahun 974 M., dengan Fas
(Fez) sebagai ibukota. Di Tunisia, Dinasti Aghlabi berkuasa dari tahun 800 M. sampai 969 M. Kerajaan
ini dibentuk oleh Ibrahim Ibn Aghlab,
gubernur yang diangkat oleh Harun Ar-Rasyid. Masjid Qairawan yang sampai sekarang terdapat di Tunis adalah peninggalan dari dinasti ini. Di Mesir, Ahmad Ibn
Tulun melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada tahun 868 M. Dinasti
ini berkuasa di Mesir sampai tahun 905 M.
Pada tahun 877 M., Ibn Tulun dapat meluaskan daerah kekuasaannya sampai
ke Suria. Di bawah pemerintahan dinasti ini, irigasi diperbaiki, ekonomi
meningkat, dan Mesir mulai menjadi pusat kebudayaan
Islam. Ibn Tulun mendirikan rumah sakit besar di Fustat dan masjid yang
diberi nama. masjid Ibn Tulun, yang sampai sekarang masih terdapat di Kairo. Setelah jatuhnya Dinasti Ibn
Tulun, Mesir untuk beberapa tahun kembali ke bawah kekuasaan khalifah
Baghdad, tetapi pada tahun 935 M. dikuasai lagi oleh dinasti lain, yaitu
Dinasti Ikhsyid, untuk kemudian jatuh ke tangan Khalifah Fatimiah pada tahun
969 M.
Di sebelah
utara Mesir, Dinasti Hamdani merampas Suria pada tahun 944
M. dan mempertahankannya sampai tahun 1003 M. Di sebelah timur Baghdad, Dinasti Tahiti berkuasa di Khurasan dari
tahun 820 M. sampai tahun 872 M. Kemudian, dinasti ini digantikan oleh
Dinasti Saffari sampai tahun 908 M. Di
Transoxania, Dinasti Samani melepaskan diri dari kekuasaan Baghdad pada tahun 874 M. Dinasti ini berumur 125 tahun. Pada
tahun 999 M., daerah-daerah yang mereka kuasai di sebelah selatan Transoxania dirampas oleh Mahmud Ghazna, sedang
daerah-daerah yang di sebelah utara
jatuh ke tangan Ilek Khan dari Turkistan. Mahmud Ghazna kemudian
meluaskan daerah kekuasaannya sampai ke India.
Sementara
itu, golongan Syi'ah yang pada mulanya menjadi Leman sekutu Bani Abbas, mulai melancarkan aksi pertentangan. Pada tahun 869 M., timbul pemberontakan kaum Zanj di bawah pimpinan Ali Ibn Muhammad.
Kaum Zanj adalah budak-budak yang didatangkan dari Afrika untuk bekerja di
pertambangan salpeter di Irak. Ibn Muhammad mengaku pengikut Ali dan datang untuk melepaskan mereka dari kesulitan hidup yang
mereka hadapi. Dari tahun 870 M. sampai 883 M. kekuasaan Bani Abbas dikacaukan
oleh pemberontakan Zanj ini. Satu gerakan lain ialah gerakan Qaramitah yang dimulai pada tahun 874 M.
oleh Hamdan Qarmat, seorang penganut
paham Syi'ah Ismailiyah di Irak. Pada tahun 899 M., kaum Qaramitah ini dapat membentuk negara merdeka di Teluk Persia,
yang kemudian menjadi pusat kegiatan mereka dalam menentang kekuasaan Bani Abbas. Pada tahun 930 M.,
serangan-serangan mereka meluas sampai Mekah dan mereka membawa lari
Al-Hajr Al-Aswad, dan baru mengembalikan dua puluh tahun kemudian. Gerakan lain
lagi ialah gerakan Hasysyasyin (assassins) yang merupakan lanjutan dari
gerakan Qaramitah. Pemimpinnya ialah Hasan
Ibn Sabbah (w. 1124 M.) yang membuat Alamut di sebelah selatan Laut
Caspia sebagai pusat serangan-serangannya terhadap kekuasaan Baghdad. Kaum
Hasysyasyin ini tidak segan-segan mengadakan
pembunuhan terhadap pembesar-pembesar negara yang memusuhi mereka. Salah
satu pembesar yang mereka bunuh adalah Nizam
Al-Mink, Perdana Menteri Dinasti Salajiqah pada tahun 1092 M. Nizam
AI-Mink dikenal dalam sejarah Islam sebagai pendiri madrasah-madrasah
Nizamiyah, yang di antara guru-guru besarnya adalah Imam Al-Haramain dan
Al-Ghazali.
Sementara
itu, ada pula pemuka-pemuka Syi'ah yang membentuk dinasti yang menguasai daerah-daerah tertentu. Salah satu
di antaranya ialah Ahmad Ibn Buwaihi yang dapat menguasai Asfahan, Syiraz, dan Kirman di Persia. Pada tahun 945 M., ia mengadakan
serangan ke Baghdad dan Dinasti Buwaihi menguasai ibukota Bani Abbas ini
sampai tahun 1055 M. Khalifah-khalifah Bani Abbas tetap diakui, tetapi
kekuasaan dipegang oleh Sultan-sultan Buwaihi. Kekuasaan Dinasti Buwaihi atas
Baghdad kemudian dirampas oleh Dinasti
Saljuk. Saljuk adalah seorang pemuka
suku bangsa Turki yang berasal dari Turkestan. Tughril Beg, seorang cucu dari Saljuk dapat memperluas daerah
kekuasaan mereka sampai ke
daerah-daerah yang dikuasai Dinasti Buwaihi. Sultan-sultan terkenal dari
dinasti ini di samping Tughril adalah Alp Arselan (1063-1072 M.) dan Malik Syah (1072-1092 M.). Sultan Alp
Arselan mengalahkan Bizantium di
pertempuran Manzikart pada tahun 1071 M., dan semenjak itu sampai sekarang, Asia Kecil menjadi daerah
Islam. Adapun Malik Syah terkenal
dengan usaha pembangunan yang diadakannya masjid-masjid, jembatan-jembatan, irigasi, dan jalan-jalan
raya. Dalam lapangan ilmu pengetahuan, la juga dikenal sebagai sultan
yang banyak menyokong pembangunannya dan ini
terutama terjadi dengan pimpinan perdana menterinya Nizam Al-Mink. Khalifah
pada masa berkuasanya sultan-sultan
Bawaihi dan Salajiqah hampir merupakan boneka. Calon khalifah yang
disukai diangkat dan khalifah yang tidak disukai dijatuhkan. Khalifah-khalifah Bani Abbas tak dapat berbuat apa-apa.
Semua kekuasaan terletak di tangan
sultan-sultan. Khalifah dipertahankan hanya untuk memberikan dasar hukum pada pemerintahan dinasti yang sedang
berkuasa. Menurut paham yang berlaku pada waktu itu, sultan yang tidak
mendapat pengesahan dari khalifah tidak merupakan sultan yang sah.
Kalau dinasti-dinasti
ini merupakan dinasti kecil yang secara nominal masih mengakui khalifah-khalifah
di Baghdad sebagai kepala mereka, di Mesir
terdapat Dinasti Fatimiah yang mengambil bentuk khilafah aliran Syi'ah
dan yang menjadi saingan bagi khilafah aliran sunnah di Baghdad.
Khilafah Fatimiah, pada mulanya dibentuk oleh Ubaidullah di Tunis pada tahun
909 M. Khilafah ini mempunyai angkatan laut yang mengadakan serangan-serangan sampai ke pantai Eropa, terutama
Italia dan Perancis. Pada tahun 969
M., seorang Jenderal Fatimi bernama Jawhar Al-Siqilli dapat menguasai Fustat di Mesir. Jawhar mendirikan
kota Kairo sekarang dan masjid Al-Azhar pada tahun 972 M., yang kemudian
dijadikan pusat Perguruan tinggi Islam oleh Khalifah Fatimiah Al-Azis (975
M-996 M.). Didirikan juga Dar-Al-Hikmah
pada tahun 1005 M. Khalifah Fatimiah berkuasa di Mesir
sampai tahun 1171 M.
Di Spanyol, Abd Ar-Rahman dari Dinasti Bani Umayah pada tahun
756 M. membentuk suatu khilafah
tersendiri. Dinasti Bani Umayah Spanyol
ini mempertahankan kekuasaannya sampai tahun 1031 M. Abd Al-Rahman mendirikan masjid Cordova yang masyhur itu.
Cordova merupakan pusat kebudayaan Islam yang penting di barat, sebagai tandingan
Baghdad Timur. Kalau di Baghdad terdapat Bait
AI-Hikmah serta Madrasah Nizantiyah
dan di Kairo terdapat Al-Azhar
serta Dar-Al-Hikmah, di Cordova
terdapat Universitas Cordova sebagai pusat ilmu pengetahuan yang didirikan oleh Abd Ar-Rahman 111 (929 M.-961
M.). Perpustakaannya menurut riwayat
memiliki ratusan ribu buku. Sesudah jatuhnya Dinasti Bani Umayah Spanyol ini,
Andalusia terbagi ke dalam beberapa
negara kecil yang selalu berperang di antara mereka, seperti Dinasti Abbadi, Dinasti Murabit, Dinasti Muwahhid,
Dinasti Bani Nasr, dan sebagainya.
Dalam
periode ini terjadi pule Perang Salib di Palestina. Dengan jatuhnya Asia Kecil ke tangan Dinasti Saljuk, jalan naik
haji ke Palestina bagi umat Kristen di Eropa menjadi terhalang. Untuk membuka
jalan itu kembali, Pails Urban II berseru
kepada umat Kristen Eropa pada tahun 1095 M. supaya mengadakan perang suci
terhadap Islam. Perang Salib Pertama
terjadi antara tahun 1096 M. dan 1099 M. Perang Salib Kedua, antara
tahun 1147 M. dan 1149 M. yang diikuti lagi oleh beberapa Perang Salib lainnya, tetapi tidak berhasil merebut
Palestine dari kekuasaan Islam. Pada tahun ke-20 inilah, Palestine jatuh
ke tangan Inggris sesudah kalahnya Turki dalam Perang Dunia Pertama.
Disintegrasi dalam
lapangan politik membawa pada disintegrasi dalam lapangan kebudayaan, bahkan
juga dalam lapangan agama. Perpecahan di kalangan
umat Islam menjadi besar. Dengan adanya daerah-daerah yang berdiri sendiri, di samping Baghdad, sebagaimana dilihat
timbul pusat-pusat kebudayaan lain,
terutama Kairo di Mesir, Cordova di Spanyol, Asfahan, Bukhara, dan
Samarkand di timur. Dengan timbulnya pusat-pusat kebudayaan barn ini, terutama pusat-pusat yang berada di bawah kekuasaan
Persia, bahasa Persia meningkat menjadi bahasa kedua di dunia Islam. Pada zaman disintegrasi im, ajaran-ajaran
sufi yang timbul pada zaman Kemajuan I, mengambil bentuk terikat.
Di
samping hal-hal negatif tersebut, ekspansi Islam pada zaman ini meluas ke daerah yang dikuasai Bizantium di barat, ke daerah pedalaman di timur dan Afrika melalui gurun Sahara di selatan.
Dinasti Salajiqah meluaskan daerah
Islam sampai ke Asia Kecil dan dari sana kemudian diperluas lagi oleh Dinasti Utsmani ke Eropa Timur. Ke
India, ekspansi Islam diteruskan oleh Dinasti Gaznawi. Raja-raja Hindu
dikalahkan dan Punjab serta sebagian dari daerah Sind
masuk ke bawah kekuasaan Islam. Dinasti Ghuri kemudian melanjutkan ekspansi
Islam ke daerah-daerah lain di India sehingga Kerajaan Delhi jatuh pada tahun
1192 M., dan tidak lama sesudah itu, Bengal
juga menjadi daerah Islam. Sementara penyiaran Islam ke daerah-daerah Sahara di Afrika dilakukan oleh Kaum Murabit yang menguasai Maroko dan Andalusia. Mereka
mengalahkan Kerajaan Zanj di Ghana di pertengahan kedua dari abad ke-11
M.
E.
PERIODE PERTENGAHAN (1250 – 1800 M)
Periode ini dapat pula dibagi ke dalam dua masa, yaitu
Masa Kemunduran I dan Masa Tiga Kerajaan Besar.
1.
Masa
Kemunduran 1 (1250 – 1500 M)
Pada zaman ini, Jengis
Khan dan keturunannya datang membawa penghancuran ke dunia Islam. Jengis Khan
berasal dari Mongolia. Setelah menduduki
Peking pada tahun 1212 M., ia mengalihkan seranganserangannya ke arah barat.
Satu demi satu kerajaan Islam jatuh ke tangannya.
Transoxania dan Khawarizm dikalahkan
pada tahun 1219/20 M., Kerajaan Ghazna
pada fahun 1221 M., Azarbaijan pada tahun 1223 M., dan Saljuk di Asia
Kecil pada tahun 1243 M. Dari sini, ia meneruskan serangannya ke Eropa dan ke
Rusia.
Serangan ke Baghdad
dilakukan oleh cucunya Hulagu Khan. la mengalahkan Khurasan di Persia terlebih
dahulu, kemudian ia menghancurkan Hasysyasyin
di Alamut. Pada permulaan tahun 1258 M. ia sampai ke tepi kota Baghdad.
Ketika perintah untuk menyerah ditolak oleh Khalifah AlMusta'sim dan kota Baghdad dikepung, akhirnya pada A Februari 1258 M. benteng kota ini dapat ditembus dan Baghdad
dihancurkan. Khalifah dan keluarga serta sebagian besar dari penduduk
dibunuh. Beberapa dari anggota keluarga Bani
Abbas berhasil melarikan diri, dan di antaranya akhirnya ada yang
menetap di Mesir.
Dari
sini, Hulagu meneruskan serangannya ke Suria dan dari Suria, ia ingin memasuki Mesir. Akan tetapi, di Ain Jalut
(Goliath), ia dikalahkan oleh Baybars, Jenderal Mamluk dari Mesir pada
tahun 1260 M.
Baghdad
dan daerah yang ditaklukkan Hulagu selanjutnya diperintah oleh Dinasti Ilkhan. Ilkhan adalah gelar yang diberikan
kepada Hulagu. Daerah yang dikuasai dinasti ini ialah daerah yang terletak
antara Asia Kecil di barat dan India di
timur. Dinasti Ilkhan berumur hampir 100 tahun. Hulagu bukanlah beragama Islam dan anaknya Abaga (1265-1281 M.) masuk Kristen. Di antara keturunannya yang
pertama kali masuk Islam ialah
cucunya Tagudar dengan nama Ahmad, tetapi mendapat tantangan dari para jenderalnya. Ghasan Mahiriud
(1295-1304 M.) juga masuk Islam dan demikian juga Uljaytu Khuda Banda
(1305-1316 M.). Uljaytu yang pada inulanya beragama Kristen adalah Raja
Mongol besar terakhir. Kerajaan yang dibentuk Hulagu akhirnya pecah menjadi
beberapa kerajaan kecil. Di antaranya
Kerajaan Jaylar (1336-1411 M.) dengan Baghdad sebagai ibukota, Kerajaan
Salghari (1148-1282 M.) di Paris, dan Kerajaan Muzaffari (1313-1393 M.) juga di
Paris.
Dalam
hal itu, Timur Lenk, seorang yang berasal dari keturunan Jengis
Khan berhasil menguasai Samarkand pada tahun 1369 M. Dari Samarkand, ia
mengadakan serangan-serangan ke sebelah barat dan dapat menguasai daerah-daerah yang terletak antara Delhi dan Laut Marmara. Dinasti
Timur. Lenk berkuasa sampai pertengahan kedua dari abad ke-15. Kedatangannya ke daerah-daerah ini juga membawa
penghancuran. Keganasan Timur Lenk
digambarkan oleh pembunuhan massal yang dilakukannya di kota-kota yang
tidak mau menyerah, tetapi melawan kedatangannya.
Di kota-kota yang telah ditundukkan, ia mendirikan piramid dari tengkorak rakyat yang dibunuh. Di
Delhi misalnya, ia menyernbelih 80.000 dari penduduknya. Di Aleppo,
lebih dari 20.000 orang dibunuh.
Masjid-masjid dan madrasah-madrasah dihancurkan. Dari Masjid Umawi di
Damaskus hanya dinding yang tinggal. Di mana saja ia datang, ia membawa
penghancuran.
Di Mesir, khilafah
Fatimiah digantikan oleh Dinasti Salah Ad-Din AlAyubi pada tahun 1174 M.
Dengan datangnya Salah Ad-Din, Mesir masuk kembali
ke aliran Sunni. Aliran Syi'ah di sang hilang dengan hilangnya Khilafah Fatimiah. Salah Ad-Din dikenal dalam
sejarah sebagai sultan yang banyak membela Islam dalam Perang Salib.
Dinasti Al-Ayubi jatuh
pada tahun 1250 M. dan kekuasaan di Mesir berpindah ke tangan kaum Mamluk. Kaum
Mamluk ini berasal dari budak-budak yang
kemudian mendapat kedudukan tinggi dalam pemerintahan Mesir. Sultan Mamluk yang pertama adalah Aybak (1250-1257 M.), dan salah satu yang
termasyhur di antara inereka adalah Sultan Baybars (12601277 M.) yang dapat
mengalahkan Hulagu di 'Ain Jalut.
Kaum
Mamluk berkuasa di Mesir sampai tahun 1517 M. Merekalah yang
membebaskan Mesir dan Suria dari peperangan Salib dan juga yang membendung serangan-serangan kaum Mongol di bawah
pimpinan Hulagu dan Timur Lenk,
sehingga Mesir terlepas dari penghancuranpenghancuran, seperti yang
terjadi di dunia Islam lain.
Di
India juga, persaingan dan peperangan untuk merebut kekuasaan selalu terjadi sehingga India senantiasa menghadapi perubahan penguasa. Dinasti timbul untuk kemudian dijatuhkan dan
diganti yang lain. Kekuasaan Dinasti
Gfiaznawi dipatahkan oleh pengikut-pengikut Ghaur Khan, yang juga berasal dari salah satu suku bangsa Turki.
Mereka masuk ke India pada tahun 1175
M. dan bertahan sampai tahun 1206 M. India kemudian jatuh ke tangan
Qutbuddin Aybak, yang selanjutnya menjadi pendiri Dinasti Mamluk India (1206-1290 M.), kemudian jatuh ke
tangan Dinasti Khalji (1296-1316 M.),
selanjutnya Dinasti Tughluq (1320-1413 M.), dan dinasti-dinasti lain, sehingga Babur datang pada permulaan
abad ke-16 dan membentuk Kerajaan Mughal di India.
Sementara
itu, di Spanyol timbul peperangan antara dinasti-dinasti Islam yang ada di sana dengan raja-raja Kristen. Di dalam
peperangan itu, raja-raja Kristen
memakai politik adu domba antara dinasti-dinasti Islam tersebut. Sebaliknya, raja-raja Kristen mengadakan
persatuan sehingga satu demi satu
dinasti-dinasti Islam dapat dikalahkan. Cordova jatuh tahun 1238 M. Seville pada tahun 1248 M., dan akhirnya Granada
jatuh pada tahun 1491 M. Orang-orang Islam
dihadapkan pada dua pilihan, masuk Kristen
atau keluar dari Spanyol. Pada tahun 1609 M. boleh dikatakan tidak ada lagi orang Islam di Spanyol. Umumnya, mereka
pindah ke kotakota di pantai utara Afrika.
Pada
Masa Kemunduran I ini, disentralisasi dan disintegrasi dalam dunia Islam meningkat. Pada zaman ini pula, terjadi
kehancuran khilafah secara formal. Islam
tidak lagi mempunyai khalifah yang diakui oleh semua umat sebagai lambang persatuan clan ini berlaku sampai Kerajaan Utsmani mengangkat khalifah barn di Istambul pada abad
ke-16. Bagian yang merupakan pusat dunia
Islam, jatuh ke tangan non-Islam untuk beberapa waktu. Dan
terlebih dari itu, Islam hilang dari Spanyol.
Perbedaan
antara kaum Sunni dan kaum Syi'ah menjadi bertambah nyata. Demikian pula, antara Arab dan Persia. Dunia Islam terbagi ke dalam dua bagian, yaitu bagian Arab yang terdiri atas
Semenanjung Arabia, Irak, Suria, Palestina, Mesir, Afrika Utara,
dan Sudan dengan Mesir sebagai pusatnya dan bagian Persia yang terdiri atas
daerah Balkan, Turki, Persia, Turkistan, dan
India dengan Persia sebagai pusatnya. Sungguhpun demikian, kekuasaan
pada umumnya terletak di tangan dinasti-dinasti
yang berasal dari suku-suku bangsa Turki. Kebudayaan Persia meningkat di dunia Islam bagian Persia serta
mengambil bentuk internasional dan mulai mendesak lapangan kebudayaan
Arab.
Di
samping itu, pengaruh tarikat-tarikat bertambah mendalam dan meluas
di dunia Islam. Pendapat yang
ditimbulkan pada zaman disintegrasi bahwa pintu ijtihad telah tertutup diterima secara umum pada zaman ini. Amara madzhab yang empat terdapat suasana damai dan
di madrasah-madrasah diajarkan
madzhab yang empat. Perhatian pada ilmu-ilmu pengetahuan sedikit sekali.
Sebaliknya, Islam mendapat pemeluk-pemeluk baru di daerah-daerah yang selama
ini belum pernah dimasuki Islam.
Ke
daerah Balkan, Islam dibawa oleh Utsman, seorang kepala suku bangsa
Turki yang menetap di Asia Kecil. Utsman dan anak buahnya pada mulanya mengadakan serangan-serangan terhadap
Kerajaan Bizantium di Asia Kecil. Sebelum meninggal pada tahun 1326 M.,
Bursa telah dapat dikuasainya.
Serangan-serangan diteruskan oleh anaknya Orkhan I (1326 -1357 M.)
sampai ke bagian timur dari bentia Eropa. Benteng Tzimpe dan Gallipoli jatuh ke
tangannya. Sultan Murad I (1359-1389 M.) menaklukkan Adrianopel pada tahun 1365
M. Kota ini kemudian dijadikan ibukota. Tidak lama
sesudah itu, Macedonia jatuh ke bawah kekuasaannya. Pada tahun 1385 M.,
Sofia, ibukota Rumelia berhasil diduduki. Dengan demikian, kesultanan kecil yang dibentuk oleh Utsman berubah
menjadi kerajaan besar yang kemudian
dikenal dalam sejarah dengan nama Kerajaan Utsmani (Ottoman Empire). Sultan
Bayazid (1389-1402 M.) memperluas daerah
kekuasaan Kerajaan Utsmani di Eropa dengan menaklukkan sebagian dari Yunani dan daerah-daerah Eropa Timor
sampai ke perbatasan Hongaria
Salonika. Kemudian, oleh Sultan Murad II (14211451 M.), wilayah
kekuasaan kerajaan Utsmani sampai ke Albania. Kemajuan-kemajuan
lain pun dibuat oleh Sultan-sultan yang datang sesudahnya.
2.
MasaTiga Kerajaan Besar (1500 – 1800 M)
Masa
ini dapat pula dibagi ke dalam dua fase, yaitu Fase Kemajuan dan
Fase Kemunduran.
a.
Fase
Kemajuan (1500-1700 M.)
Fase
Kemajuan ini merupakan Kemajuan Islam 11. Tiga Kerajaan Besar yang dimaksud ialah Kerajaan Utsmani di Turki.
Kerajaan Syafawi di Persia dan
Kerajaan Mughal di India. Sultan Muhammad Al-Fatih (1451-1481
M.) dari Kerajaan Utsmani mengalahkan Kerajaan Bizantium dengan menduduki Istambul pada tahun 1453 M. Dengan
demikian, ekspansi ke arah barat
berjalan lebih lancar. Akan tetapi, pada zaman Sultan Salim 1 (1512-1520 M.) perhatian ke arah barat dialihkan ke arah timur. Persia mulai diserang dan dalam peperangan,
Syah Ismail dikalahkan dan dipukul
mundur. Setelah menguasai Suria, Sultan Salim merebut Mesir dari Langan Dinasti Mamluk. Kairo jatuh pada tahun 1517 M. Kemajuan-kemajuan lain dibuat oleh Sultan
Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M.). Sultan Sulaiman adalah Sultan Utsmani
terbesar. Pada zamannya, Irak, Belgrade,
Pulau. Rhodes, Tunis, Budapest, dan Yaman dapat dikuasai. Winen ia kepung pada tahun 1529 M. Pada masa kerajaannya,
daerah kekuasaan Kerajaan Utsmani mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Suria, Hejaz, serta Yaman di Asia, Mesir, Libia, Tunis, serta Aljazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani,
Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Sementara itu, di Persia muncul satu dinasti baru yang kemudian merupakan suatu kerajaan besar di dunia Islam. Dinasti
ini berasal dari seorang sufi Syekh
Ishak Safiuddin (1252-1334 M.) dari Ardabil di Azarbaijan. Syekh Safiuddin beraliran Syi'ah dan mempunyai pengaruh besar
di daerah itu. Cucunya, Syekh Ismail Syafawi, dapat mengalahkan dinasti-dinasti
lain, terutama kedua suku bangsa Turki Kambing Putih dan Kambing Hitam, sehingga Dinasti Syafawi dapat
menguasai seluruh daerah Persia. Di
sebelah barat, Kerajaan Syafawi berbatasan dengan Kerajaan Utsmani dan
di sebelah timur berbatasan dengan India yang pada waktu itu berada di bawah
kekuasaan Kerajaaan Mughal. Syah Ismail berhasil menjadikan aliran Syi'ah sebagai madzhab yang dianut
negara.
Di
antara sultan-sultan
besar dari Kerajaan Syafawi, selain Syah Ismail (1500-1524 M.), terdapat nama Syah Tahmasp
(1524-1576 M.), dan Syah Abbas
(1557-1629 M.). Sesudah Syah Abbas, raja-raja Syafawi tidak ada yang kuat lagi dan akhirnya
dapat dijatuhkan oleh Nadir Syah (1736-1747
M.), kepala dari salah satu suku bangsa Turki yang terdapat di Persia pada saat
itu.
Kerajaan Mughal di
India dengan Delhi sebagai ibukota, didirikan oleh Zahiruddin Babur (1482-1530 M.), salah satu dari cucu Timur Lenk. Setelah menundukkan Kabul, ia, melalui Khybar Pass,
menyeberang ke India pada tahun 1505 M. Lahore jatuh ke bawah
kek-uasaannya pada tahun 1523 M., dan empat tahun kemudian, India Tengah dapat
dikuasainya. Anaknya, Humayun (1530-1556
M.), menggabungkan Malwa dan Gujarat ke
daerah-daerah yang dikuasai Kerajaan Mughal yang muda itu. Dan anaknya, Akbar (1556-1606 M.), menaklukkan
raja-raja India yang masih ada pada
waktu itu dan kemudian Bengal. Dalam soal agama, Akbar mempunyai pendapat yang liberal dan ingin
menyatukan semua agama dalam satu
bentuk agama barn yang diberi nama Din Rald. Sultan-sultan besar sesudah Akbar, antara lain Jehangir
(1605-1627 M.) dengan permaisurinya Nur Jehan, Syah Jehan (1628-1658
M.), dan Aurangzeb (1659-1707 M.). Sesudah
Aurangzeb, terdapat sultan-sultan lemah yang tidak dapat mempertahankan
kelanjutan Kerajaan Mughal.
Masing-masing
dari ketiga kerajaan besar ini mempunyai masa kejayaan
sendiri, terutama dalam bentuk literatur dan arsitek. Pada zaman inilah mulai muncul literatur dalam bahasa Turki.
Pada masa-masa sebelumnya, pengarang-pengarang Turki menulis dalam bahasa Persia. Pada zaman Sultan Salim I dan Sultan Sulaiman
dikenal dua pengarang Fuzuli dan Baki, yang kemudian disusul pada abad
ke-18 oleh Nedim dan Syekh Ghalib. Dalam
bidang arsitek, sultan-sultan mendirikan istana-istana, masjid-masjid,
benteng-benteng, dan sebagainya. Di antara masjid-masjid yang terkenal adalah
masjid Aya Sofia, yang pada mulanya adalah gereja, tetapi diubah menjadi
masjid, dan masjid Sulaimania di Istambul. Masjid dalam bentuk arsitek Ottoman
didirikan juga di luar daerah Turki, seperti masjid Muhammad Ali di Kairo.
Di India, bahasa Urdu
juga meningkat menjadi bahasa literatur dan menggantikan bahasa Persia, yang
sebelumnya dipakai di kalangan istana sultan-sultan di Delhi. Menurut
sejarahnya, penulis-penulis besar pertama dalam
bahasa ini adalah Mazhar, Sauda, Dard, dan Mir, kesemuanya berada pada
abad ke-18.
Gedung-gedung
bersejarah yang ditinggalkan periode ini, antara lain Taj Mahal di Agra, Benteng Merah, Jama Masjid, istana-istana, dan gedung-gedung pemerintahan di Delhi.
Sultan-sultan dughal juga mendirikan makam-makam
yang indah. Persia juga mempunyai masjid-masjid indah yang didirikan
pada periode ini, seperti masjid besar Isfahan.
Akan
tetapi, sebaliknya, perhatian pada ilmu pengetahuan kurang sekali dan ilmu pengetahuan di seluruh dunia Islam memang
merosot. Gerakan tarikat terus berkembang dan mempunyai
pengaruh besar dalam hidup umat Islam. Dengan
timbulnya Turki dan India sebagai kerajaan besar, di samping bahasa Arab dan Persia, bahasa Turki dan bahasa Urdu mulai
pula muncul sebagai bahasa penting dalam Islam. Kedudukan bahasa Arab untuk
menjadi bahasa persatuan bertambah menurun.
Kemajuan
Islam II ini lebih banyak merupakan kemajuan dalam lapangan politik dan jauh lebih kecil dari Kemajuan Islam
1. Pada saat yang sama, Barat mulai bangkit,
terutama dengan terbukanya jalan ke pusat
rempah-rempah dan bahan-bahan mentah di Timur Jauh, melalui Afrika Selatan dan dijumpainya Amerika oleh Colombus pada
tahun 1492
M. Akan tetapi, sebagaimana diterangkan Mc Neill, dibandingkan kekuatan Eropa
pada waktu itu, kekuatan Islam masih lemah.
b.
Fase
Kemunduran (700-1800M.)
Sesudah Sulaiman
Al-Qanuni, Kerajaan Utsmani tidak lagi mempunyai sultan-sultan kenamaan.
Kerajaan ini mulai memasuki fase kemundurannya pada abad ke-17 M. Di dalam
negeri timbul pemberontakan-pemberontakan, seperti di Suria di bawah pimpinan Kurdi
Jumbulat, di Lebanon di bawah pimpinan Druze
Amir Fakhruddin. Dengan negara-negara tetangga pun terjadi peperangan, seperti Venitia (1645-1664 M.)
Syah Abbas dari Persia. Jenissary, nama yang diberikan kepada tentara Utsmani
juga berontak. Sultan-sultan berada di bawah kekuasaan Harem. Pada saat
yang sama, di Eropa mulai pula timbul
negara-negara yang kuat, sedang Rusia di bawah Peter Yang Agung telah
pula berubah menjadi negara yang maju. Dalam peperangan dengan negara-negara
ini, Kerajaan Utsmani mengalami kekalahan-kekalahan
dan daerahnya di Eropa mulai diperkecil sedikit demi sedikit. Munania memperoleh kemerdekaannya kembali pada tahun 1829
M. dan Rumania lepas pada tahun 1856. Yang lain-lain mengikuti, sehingga
akhirnya sesudah Perang Dunia I, daerah Kerajaan Utsmani yang demikian lugs
dahulu hanya mencakup Asia Kecil dan sebagian kecil dari daratan Eropa Timur. Kerajaan Utsmani lenyap dan
sebagai gantinya timbul Republik Turki pada tahun 1924 M.
Di
Persia, Kerajaan Syafawi mendapat serangan
dari Raja Afghan yang berlainan dengan syah-syah Syafawi, menganut paham Sunni.
Mir Muhammad dapat menguasai Asfahan pada
tahun 1722 M. Tetapi, dalam pada itu,
Nadir Syah seorang jenderal, atas nama Syah Tahmsp II dapat merampas ibukota itu kembali pada tahun 1730 M.
Kemudian, la sendiri yang menjadi
Syah di Persia. Akan tetapi, pada tahun 1750 M., Karim Khan dari Dinasti Zand dapat merampas kekuasaan di
seluruh Persia, kecuali daerah
Khurasan. Kekuasaan Dinasti Zand ditentang oleh Dinasti Qajar dan akhirnya Agha
Muhammad dapat mengalahkan Dinasti Zand pada tahun 1794 M. Semenjak itu, sampai tahun 1925 M., Persia diperintah oleh Dinasti Qajar. Di India, di bawah
pemerintahan Aurangzeb yang mendapat
gelar Alamghir, terjadi pemberontakan-pemberontakan dari pihak golongan Hindu yang merupakan mayoritas
penduduk India. Pemberontakan Sikh
dipimpin oleh Guru Tegh Bahadur kemudian oleh Guru Gobind Singh. Golongan Rajput berontak di bawah pimpinan Raja Udaipur.
Kaum Mahratas dipimpin oleh Sivaji dan anaknya Sambaji.
Sesudah
Aurangzeb meninggal, serangan-serangan pemberontak bertambah kuat dan akhirnya daerah-daerah yang jauh dari
Delhi melepaskan diri dari kekuasaan Mughal satu demi satu.
Dalam hal itu, Inggris telah pula
turut memainkan peranan dalam politik India dan menguasai India pada tahun 1857 M. sampai tahun 1947 M. India menjadi jajahan
Inggris.
Pada
masa ini, kekuatan militer dan politik umat Islam menurun. Dagang dan ekonomi umat Islam, dengan hilangnya monopli
dagang antara timur dan barat dari tangan mereka jatuh.
Ilmu pengetahuan di dunia Islam dalam keadaan stagnasi. Tarikat-tarikat
diliputi suasana khurafat dan
superstisi. Umat Islam dipengaruhi oleh sikap vatalistis. Dunia
Islam dalam keadaan mundur dan static.
Pada
masa itu, Eropa dengan kekayaan-kekayaan yang diangkut dari Amerika dan laba
yang timbul dari dagang langsung dengan Timur Jauh bertambah kaya dan maju.
Penetrasi barat, yang kekuatannya bertambah besar,
ke dunia Islam yang didudukinya, makin lama bertambah mendalam. Akhirnya, pada tahun 1798 M., Napoleon
menduduki Mesir, sebagai salah satu
pusat Islam yang terpenting. Jatuhnya pusat Islam ini ke tangan Barat, menginsyafkan dunia Islam akan kelemahannya
dan menyadarkan umat Islam bahwa di barat telah muncul
peradaban yang lebili tinggi dari
peradaban Islam dan merupakan ancaman bagi kehidupan Islam
sendiri.
F.
PERIODE
MODERN (1800 M)
Periode
ini merupakan Zantan Kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang berakhir pada tahun 1801 M., membuka mata
dunia Islam, terutama Turki dan Mesir, akan
kemunduran dan kelemahan umat Islam di samping
kemajuan dan kekuatan barat. Raja dan pemuka-pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan untuk mengembalikan balance
of power, yang telah pincang dan
membahayakan Islam. Kontak Islam dengan barat sekarang berlainan sekali dengan kontak Islam dengan barat Periode Klasik. Pada
waktu itu, Islam sedang menaik dan barat sedang dalam kegelapan. Sekarang sebaliknya, Islam sedang dalam
kegelapan dan barat sedang menaik.
Kini, Islam yang ingin belajar dari barat. Dengan demikian, timbullah apa yang disebut pemikiran dan
aliran pembaharuan atau inodernisasi dalam Islam. Pemuka-pemuka
Islam mengeluarkan pemikiran-pemikiran
bagaimana caranya membuat umat Islam maju kembali sebagaimana yang terjadi pada Periode Klasik. Usaha-usaha
ke arah itu pun mulai dijalankan dalam
kalangan umat Islam. Akan tetapi, dalam hal itu, barat juga bertambah
maju.
Ide-ide
bare yang diperkenalkan Naopleon di Mesir adalah: a) sistem negara republik yang kepala negaranya dipilih untuk jangka
waktu tertentu; b) persamaan (egalite);
dan c) kebangsaan (nation) (Harun Nasution, 1992: 31-32.
Raja
dan para pemuka Islam mulai berpikir dan mencari jalan keluar untuk mengembalikan balance of power yang telah
membahayakan umat Islam. Timbullah
gerakan pembaharuan yang dilakukan di berbagai negara, terutarna Turki Utsmani dan Mesir. Para pernbaharu di Turki melahirkan berbagai aliran pembaharuan: Utsmani Muda yang
dipelopori Weh Ziya Pasya (1825-1880) dan
Namik Kemal (1840-1888), Turki Muda yang dimotori oleh Ahmed Reza (1859-1931), Mehmed Murad
(1853- 1912), dan Sabahuddin (1877-1948). Di samping itu, ada juga
aliran Pembaharu lain, yaitu aliran barat yang dimotori oleh
Tewfik Fikret (18671 951) dan Abdullah Jewdat (1869-1932), aliran Islam yang
dimotori oleh Mehmed Akif (1870.-1936), dan aliran-aliran
nasionalis yang dimotori oleli Zia Gokalp (1875-1924).
Di
Mesir, pembaharuan digagas dan dilakukan oleh para pembaharu, di antaranya Rifa'ah Badawi Rafi' Ath-Thahthawi
(1801-1873), yang menjadi redaktur surat kabar Al-Waqa'i
Al-Mishriyyah, Jamaluddin Al‑Afgani (1839-1897), Muhammad Abduh
(1849-1905), dan Rasyid Ridha (1865-1935).
Gagasan mereka juga dipelajari oleh ulama Indonesia yang sempat menuntut
ilmu di Mesir.
Demikian,
sejarah Islam singkat
yang pada kontak Islam dan barat pertama
menampilkan keunggulan peradaban Islam atas barat; sedangkan dalam kontak
berikutnya, menampilkan keunggulan peradaban barat atas Islam,
dan peradaban Islam sekarang masih tertinggal dari barat.
PENUTUP
I.
kesimpulan
Sejarah, dalam bahasa Arab, tarikh atau history
(Inggris), adalah cabang ilmu
pengetahuan yang berkenaan dengan kronologi berbagai peristiwa. Definisi serupa diungkapkan oleh Abd.
Ar-Rahman AsSakhawi. bahwa sejarah adalah
seni yang berkaitan dengan serangkaian anekdot yang berbentuk
kronologi peristiwa. Secara teknis formula, Nisar Ahmad Faruqi menjelaskan formula yang digunakan di kalangan sarjana. Barat
bahwa sejarah terdiri atas (man + time + space = history).
Dengan
demikian, unsur penting dalam
sejarah adalah adanya peristiwa, adanya batasan waktu,
yaitu masa lampau, adanya pelaku, yaitu manusia, dan daya kritis dari peneliti sejarah.
Sejarah dalam arti subjektif adalah suatu konstruk, yakni bangunan yang disusun
penulis sebagai suatu uraian atau cerita.
Dalam
Oxford Advanced Learners's Dictionary of Current English, diuraikan
bahwa kata kebudayaan semakna dengan culture yang memiliki
pengertian beragam, sebagai berikut:
g.
advanced
development of the human powers; development of the body, mind and spirit by
training and experience;
h.
evidence
of intellectual development (of arts, science, etc) in human society;
i.
state
of intellectual development among a people;
j.
all the arts, beliefs, social institutions, etc
characteristic of a community, race;
k.
cultivating;
the rearing of bees, silkworms,
l.
(bioI) growth of bacteria (for medical or
scientific study)').
Pengertian
culture di atas dapat dipahami bahwa kebudayaan adalah pembangunan yang
didasarkan pada kekuatan manusia, baik pembangunan jiwa, pikiran, dan semangat
melalui latihan dan pengalaman; bukti nyata pembangunan
intelektual, seperti seni dan pengetahuan; atau perkembangan intelektual di antara budaya orang; bahwa
kebudayaan adalah semua seni,
kepercayaan institusi sosial, seperti karakteristik masyarakat, suku, dan
sebagainya; mengolah pertanian sampai pada tingkat teknologi biologi bakteri.
Kata Arab ini sering juga diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia dengan kebudayaan Islam. Kebudayaan dalam bahasa Arab adalah ats-tsaqafah. Di Indonesia,
sebagaimana juga di Arab dan Barat, masih banyak orang yang
menyinonimkan dua kata kebudayaan (Arab, atstsaqafah; Inggris, culture)
dan peradaban (Arab, al-hadhiirah; Inggris, civilization). Dalam perkembangan ilmu antropologi sekarang, kedua istilah itu dibedakan. Kebudayaan adalah
bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat, sedangkan manifestasi-manifestasi
kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam seni,
sastra, religi (agama), dan moral, peradaban terefleksi dalam politik,
ekonomi, dan teknologi.
Pada periode pertengahan
islam,dapat dibagi ke dalam dua masa, yaitu
Masa Kemunduran I dan Masa Tiga Kerajaan Besar.
1. Masa Kemunduran 1 (1250 – 1500 M)
Pada Masa Kemunduran I ini, disentralisasi dan
disintegrasi dalam dunia Islam
meningkat. Pada zaman ini pula, terjadi kehancuran khilafah secara formal. Islam tidak lagi mempunyai khalifah yang
diakui oleh semua umat sebagai lambang
persatuan clan ini berlaku sampai Kerajaan Utsmani
mengangkat khalifah barn di Istambul pada abad ke-16.
2.
MasaTiga Kerajaan Besar (1500 – 1800 M)
Masa
ini dapat pula dibagi ke dalam dua fase, yaitu Fase Kemajuan dan
Fase Kemunduran.
a.
Fase
Kemajuan (1500-1700 M.)
b.
Fase
Kemunduran (700-1800M.)
II.
Saran
Diharapkan kepada seluruh
mahasiswa pada umumnya. Agar lebih belajar dengan giat tentang sejarah
peradaban islam karena agar kita lebih mengenal bagaimana sebuah peradaban
tejadi yang pada makalah ini dititik beratkan pada peradaban islam.
DAFTAR
PUSTAKA
Nisa Ahmed Faruqi. Early Muslim Historiography, Delhi: Idarah Adabiyati, 1979, Hal. 3
Luois Gottschalk, mengerti Sejarah, Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press,
1986
Sartono Kartodirdjo, pendekatan ilmu social dalam metodologi sejarah, Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1993
Ibnu Khaldun, mukaddimah,
Terj. Ahmadi Thoha, Pustaka Firdaus, 1986
AS. Hornby. Oxford
Advanced Learners Dictionary of Current English, Oxford University Press,
Great Britain, 1974
The World university Encyclopedia. Washington DC:
Melville W. Feldman and Rudolf H. Yeatman JR, 1965
Selo soemardjan dan soelaiman Soemardi(penghimpun), setangkai bunga sosiologi, Jakarta :
Lembaga penerbit fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1964
Effat Ash-sharqawi, Filsafat kebudayaan islam,
Bandung: Penerbit Pustaka, 1986
Koentjaraningrat, kebudayaan mentalitas,dan pembangunan, Jakarta : Gramedia, 1985
Samuel P.Huntington, Benturan Antar Peradaban Dan Masa Depan Politik dunia, Terj. Qalam
Yogyakarta, 2000
Ajid Tohir & Ading Kusdiana. Islam di Asia Selatan, Bandung:
Humaniora, 2006
Jaih Mubarok & Atang Abd. Hakim. Metodologi hukum Islam. Bandung :
Rosdakarya, 2000
Haarun Naution. Islam
Ditinjau dari Berbagai Aspek, jilid2
UI-Press, 1986
[1]
Nisa Ahmed Faruqi. Early Muslim
Historiography, Delhi: Idarah Adabiyati, 1979, Hal. 3
[2]
Ibid
[3]
Luois Gottschalk, mengerti Sejarah,
Terj. Nugroho Notosusanto. Jakarta: UI-Press, 1986, Hal 27
[4]
Sartono Kartodirdjo, pendekatan ilmu
social dalam metodologi sejarah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993, Hal
14-15
[5]
Ibnu Khaldun, mukaddimah, Terj.
Ahmadi Thoha, Pustaka Firdaus, 1986, Hal. 3-13
[6]
AS. Hornby. Oxford Advanced Learners
Dictionary of Current English, Oxford University Press, Great Britain,
1974, hal. 210
[7]
The World university Encyclopedia. Washington DC: Melville W. Feldman and
Rudolf H. Yeatman JR, 1965,hal 1403
[8]
Jaih Mubarok, Dalam pandangan Jaih, definisi terebut dianggap terbaik karena
definisi tersebut diuraikan secara eksplisit(tersurat) pada tahun 1871.
Disamping secara ilmu mantik, efinisi tersebut mencakup jami dan mani’. Bandung :
Pustaka Bani Quraisy, 2005, Hal 5-6.
[9] Selo
soemardjan dan soelaiman Soemardi(penghimpun), setangkai bunga sosiologi, Jakarta : Lembaga penerbit fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 1964, hal 113
[10]
Ibid
[11]
Effat Ash-sharqawi, Filsafat kebudayaan islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1986,
Hal 5
[12]
Koentjaraningrat, kebudayaan
mentalitas,dan pembangunan, Jakarta : Gramedia, 1985, hal. 5
[13]
Ibid hal. 10
[14]
M. Natsir, capita selecta, Bandung :.
N.V. Penerbitan W.Van Hoeve, hal 4
[15]
Samuel P.Huntington, Benturan Antar
Peradaban Dan Masa Depan Politik dunia, Terj. Qalam Yogyakarta, 2000, hal
[16]
Ajid Tohir & Ading Kusdiana. Islam di
Asia Selatan, Bandung: Humaniora, 2006, hal. 12-13
[17]
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:rajawali
Pers, 2006
[18]
Sejarah peradaban Islam. Bandung:
Pustaka Bani Quraisy, Cetakan 2, 2005
[19]
Jaih Mubarok & Atang Abd. Hakim. Metodologi
hukum Islam. Bandung : Rosdakarya, 2000, hal. 144
[20]
Islam Ditinjau dari berbagai Aspeknya. Jakarta:
UI-Press,1985, hal. 56
[21]
Lihat Haarun Naution. Islam Ditinjau
dari Berbagai Aspek, jilid2
UI-Press, 1986, hal 32
[22]
M. Ali Ash-sayis, Op. cit, Hal 95-99
[23]
Harun Nasution, Jilid1,op. cit, hal 61;
[24]
Ibid
[25]
Ibid
[26]
Ibid , hal 64
Tidak ada komentar:
Posting Komentar